Sabtu, 09 Juli 2011

Kegagalan

Ada yang mengatakan : ”Kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda”, bertahun-tahun lamanya kata-kata tersebut menjadi inspirasi –setidaknya untuk saya-. Dengan mengikuti dan menyepakati kata-kata itu, kegagalan –atau ketidak berhasilan- menjadi halus pemaknaannya, kegagalan tidak lagi menjadi gambaran murung, kegagalan mendapatkan tempat yang dekat dengan keberhasilan, hanya saja dia tertunda.
Tertunda kita tahu maksudnya, bukan sekarang tapi nanti, di masa yang akan datang. Dan dalam konteks ini dapat diartikan kegagalan adalah pertanda bahwa di masa yang akan datang kita akan menjumpai keberhasilan.

Kata-kata itu seolah-olah menjanjikan bahwa di depan sana keberhasilan menunggu, siapa yang gagal berarti sudah dekat dengan keberhasilan, karena kegagalan adalah juga keberhasilan dan yang membedakannya hanyalah bahwa kegagalan sekarang datangnya dan keberhasilan datangnya nanti di lain waktu, sekali lagi ia hanya “tertunda”.

Di titik pemahaman inilah muncul keputusasaan, kita yang seringkali merasa menemui kegagalan, merasa “tertipu” oleh kata-kata itu, kenapa keberhasilan itu selalu tertunda datangnya? Kapan keberhasilan yang nyata akan datang pada hidup saya? Dan sederet pertanyaan lain yang menanyakan –bahkan meragukan- perihal kedatangan apa yang kita sebut “keberhasilan” itu.
Menyatakan dan menyetujui bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda adalah sebuah gambaran bahwa sebenarnya kita sedang mengharap –bukan berharap-, dalam mengharap “sombong” dan “pongah” menempati porsi yang amat besar. Mengharap hampir sama dengan mengkhayal, tapi dalam mengharap kita “memaksakan” apa yang kita khayalkan, dan seringkali menampik kesadaran akan keterbatasan, kita memandang diri sendiri sebagai “jagoan”, yang nyaris tanpa cacat, dan lupa bahwa dalam memandang setiap jagoan seperti apapun kita butuh ironi, untuk lebih bijak dan lebih arif.

Ironi itu terlihat dalam kesadaran akan ketidaksempurnaan yang terdapat pada diri kita, bahwa dalam ketidaksempurnaan, kegagalan bisa datang kapan saja, dan kesadaran itu mengingatkan arti kegagalan terlebih dahulu sebelum kita mengharap bahwa kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda. Kita akan terlebih dahulu menyatakan bahwa “kegagalan adalah keberhasilan yang tidak berhasil”, dengan kata lain sadar dan menerima bahwa kegagalan adalah ketidak berhasilan.

Dalam agama Islam ada yang disebut tawakal, didalamnya terkandung pengertian pasrah dan tekad. Porsi pasrah dan tekad haruslah seimbang, walaupun keduanya bertentangan. Dengan pasrah dan menerima kesadaran bahwa kegagalan adalah ketidakberhasilan, maka kita bisa bertekad untuk mengulang dan berkemas kembali menuju keberhasilan tanpa disertai oleh kesombongan yang sebenarnya tidak pantas kita miliki.

Sering kita bertanya dan menyalahkan perihal “penyesalan” yang selalu datang terlambat, tapi ia bahkan tidak akan datang jika kita berangkat dengan kesadaran, kesadaran akan ketidaksempurnaan, tekad yang disertai dengan “ke-pasrah-an”.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar